Teori Komunikasi dalam Tradisi Berdasar Tinjauan Kelompok (Tradisi Sibernetika, Sosiokultural, Kritis)


A.    Tradisi Sibernetika
Teori Kelompok Terpercaya (Linda P dan Cynthia S)

Teori ini muncul sebagai tanggapan dari teori Analisis Proses Interaksi oleh Bales, yang menyoroti kelompok secara intern. Linda dan Cynthia percaya bahwa kelompok tidak bisa lepas dari lingkungan ekstern sehingga teori ini berintikan pada environment/lingkungan.
Kepercayaan individu (keterhandalan) dalam kelompok justru dijalin dalam komunikasi yang melibatkan lingkungan, termasuk kelompok yang lain. Interaksi dan komunikasi yang melibatkan kelompok lain dan sistem lingkungan akan menunjukan loyalitas individu itu sendiri terhadap kelompoknya.
Karakteristik kelompok terpercaya:
1.      Ada batasan yang dapat ditembus
Batasannya yaitu peran sebagai anggota kelompok dan karakteristik kelompok berdasar pandangan dari kelompok lain. Kedua hal itu dapat memunculkan konflik karena ada tuntutan untuk selalu mewakili kelompok, tidak bisa mewakili diri sendiri. Konflik seperti ini harus diatasi secara intern dengan mempertimbangkan apa yang harus dilakukan dan apa yang diharapkan oleh kelompok lain.
2.      Saling ketergantungan dengan lingkungan
Sekompak-kompaknya suatu kelompok, suatu saat akan timbul masa ketidakkompakkan (liminality). Menurut teori ini, untuk menguji liminality dan aspek ketergantungan pada lingkungan, cara terbaik adalah dengan metode bermain. Rancangan “permainan”nya yaitu anggota beberapa kelompok disatukan selama beberapa hari untuk mempraktekkan sebuah lingkungan. Mereka harus bekerja dengan kelompok lain untuk merencanakan sebuah rencana masa depan tentang keprihatinan bersama.
Contoh: 
Tim Nasional Garuda Muda (dibawah umur 23 tahun) atau yang sering disebut Timnas U-23 merupakan contoh konkret dari metode bermain tersebut. Masing-masing individu penguat squad Timnas U-23 berasal dari kelompok-kelompok sepakbola yang berbeda. Misalnya Irfan Bachdim sebagai pemain penyerang yang dinaturalisasi dari kewarganegaraan Belanda, Markus Horison yang menjadi penjaga gawang berasal dari PSMS Medan, dll. Mereka dikumpulkan dalam satu wadah dan diberi tugas yang sama untuk membela garuda di dunia persepakbolaan. Ketika mereka berlaga, mereka tidak bisa lagi membela salah satu klub bola asal mereka. Di situlah akan terlihat bagaimana lingkungan akan mempengaruhi pola/sistem interaksi dan komunikasi di antara mereka hingga mampu mencapai hasil yang diinginkan.
Model Masukan-Proses-Keluaran (Input - Process - Output)
Model ini menjadi poin penting dalam tradisi sibernetika. Menurut model ini, kelompok dipandang sebagai kesatuan interaksi suatu sistem dan menekankan pada rangkaian interaksi dari keberagaman individu untuk bertransformasi dalam kelompok demi mengatasi persoalan kelompok itu sendiri.
Masih menggunakan contoh yang sama pada permainan sepakbola Timnas U-23. Mereka mendapat input berupa informasi bahwa mereka harus bersatu untuk membela nama Indonesia dalam liga persepakbolaan. Sebagai respon terhadap input tersebut, mereka akan mengolah sikap dan proses pelatihan bersama dengan teman-teman dari klub lain untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Hasilnya nanti akan terlihat dalam pertandingan yang ada. Apakah mereka mampu bekerjasama dengan baik, mampu saling berkoordinasi dengan lancar atau tidak, dan yang terpenting apakah mereka mampu memenangkan Indonesia dalam pertandingan tersebut.
Fisher’s Interaction Analysis
Teori menurut Fisher ini menunjukkan interaksi sebagai sebuah tindakan atau perilaku antar individu dalam kelompok dan dasar pengolahan komunikasi kelompok untuk membentuk dan mengelola kelompok.
Interaksi dapat dibedakan berdasarkan:
1.      Dimensi isi
Berupa interaksi verbal. Contoh: Sapaan "Selamat pagi!".
2.      Dimensi pesan
Berupa interaksi nonverbal. Contoh: Menjawab sapaan dengan senyuman atau anggukan kepala.
Effective Intercultural Work Group Theory
Fokusnya pada diversity atau kebergaman. Menurut teori ini semakin heterogen kondisi individu dalam kelompok maka semakin sulit keefektifan komunikasi kelompok dicapai. Keberagaman ini pula yang akan menentukan seberapa besar peran dan partisipasi individu dalam komunikasi kelompok, turut mengambil bagian keputusan, pengelolaan kelompok dan respek dalam kelompok.
Contoh: Film Divergent, tahun 2014.
Film ini menceritakan tentang seorang wanita bernama Tris yang hidup di sebuah kota dengan peradaban yang sangat maju. Di kota tersebut hanya ada 5 klan/golongan masyarakat dan sebuah golongan terbuang di luar klan. Klan tersebut yaitu klan ilmuwan, klan pecinta damai, klan penolong, klan pemberani dan klan untuk pejabat pemerintahan. Tiap orang di kota tersebut melakukan tes kepribadian dan berdasarkan hasil tes tersebut mereka harus menghabiskan sisa waktu hidup dengan tinggal dalam kelompok/klan terpilih. Sementara itu, Tris merupakan seorang divergent (berbeda). Ia memiliki kemampuan semua klan dan karena takut terbuang, ia terpaksa masuk dalam klan pemberani. Keterpaksaan dan ketidakmurnian kemampuan Tris itu menyebabkan ia sangat tidak nyaman berada dalam klan tersebut. Ia sering menyendiri, tidak ikut berpartisipasi dalam kegiatan dan bahkan sering melanggar peraturan klan.
Ilustrasi tersebut menjadi satu contoh yang mudah untuk digunakan menangkap inti dari teori diversity. Tris menjadi pribadi yang sangat heterogen dan sulit untuk mencapai keefektifan kerja dan komunikasi kelompok. Hal itu tergambar dari seberapa besar peran yang dapat diambil olehnya dan bagaimana proses pengelolaan komunikasi kelompok berlangsung.
Diversity ini pula yang menjadikan tradisi sibernetika terkait dengan tradisi sosiokultural. Tradisi sibernetika mengkaji komunikasi kelompok sebagai upaya membentuk dan mengelola kelompok, di mana terdapat kesatuan dari sistem kelompok, interaksi antar sistem dan proses input-process-output dalam kelompok. Sedangkan tradisi sosiokultural mengkaji komunikasi kelompok sebagai upaya menjaga keberlangsungan pembagian struktur dan tugas lewat komunikasi yang dilakukan oleh kelompok itu sendiri.
B.     Tradisi Sosiokultural
Teori Struktur Kelompok (Anthony Giddens)
Ketika kita berkomunikasi dalam kelompok, kita sedang menciptakan struktur pelembagaan sosial dan budaya. Pelembagaan tersebut merujuk pada posisi dan hubungan antar individu dalam kelompok (hubungan hierarkis).
Menurut Poole, untuk membuat struktur dalam kelompok harus memperhatikan:
1.      Objective task characteristics: kebutuhan kelompok
Contoh: kelompok membutuhkan seorang pemimpin yang tegas, maka akan dipilih ketua pemimpin yang tegas, disiplin dan dapat diandalkan.
2.      Group task characteristics: pengalaman kelompok
Contoh: berdasarkan pengalaman kerja, kelompok yang dipimpin oleh seseorang yang tegas dan kaku malah menghambat kerja kelompok. Maka, selanjutnya akan dipilih pemimpin dengan karakter yang suka bermusyawarah dan dinamis terhadap anggota kelompok.
3.      Group structural characteristics: keterpaduan pengalaman dan kebutuhan kelompok.
Contoh: setelah dilakukan evaluasi kerja kembali, ternyata pemimpin yang luwes dan suka bermusyawarah tidak efektif untuk menjalankan kerja kelompok. Maka, berdasar keterpaduan kebutuhan dan pengalaman, kelompok akan memilih pemimpin yang tegas namun juga bisa berdinamika bersama anggota lainnya.
Teori Fungsi (Randy Hirokawa)
Teori ini berfokus pada pembagian dan tugas dalam kelompok untuk menyelesaikan persoalan melalui komunikasi yang efektif. Ingin melihat bagaimana melalui komunikasi, kelompok melakukan identifikasi persoalan dan menyusun tugas kelompok untuk membuat keputusan bersama.
Menurut Randy, untuk membuat keputusan harus memperhatikan:
1.      Proses komunikasi yang baik
2.      Pemahaman tepat terhadap masalah
3.      Membuat keputusan dengan standar baik (tidak sepihak, tidak memihak, dll)
4.      Ada solusi alternatif sebagai upaya antisipasi terhadap solusi utama
Group think Theory (Irving Janis)
Janis menyampaikan hambatan-hambatan yang mungkin muncul dan cara mengatasinya dalam proses berpikir kelompok:
1.      Hambatan
·         Menutup pada ide lain untuk mengatasi persoalan
Pemimpin tidak mendengarkan masukan, ide atau pendapat dari anggotanya yang lain.
·         Anggota kelompok sendiri apatis terhadap dampak lain dari solusi
Anggota hanya ikut arahan pemimpin, tidak ada inisatif untuk peduli terhadap solusi yang dipilih.
·         Tidak memperhatikan pendapat minoritas dalam kelompok
·         Tidak meminta pendapat ahli di bidang terkait yang berada di luar kelompok
·         Terlalu selektif mencari dan memilih informasi yang mendukung solusi
Menyebabkan solusi yang ada tidak berkembang, diam di tempat.
·         Kurang prediktif terhadap solusi
Tidak mampu memperkirakan efek berlanjut dari solusi yang diambil.
2.      Cara mengatasi
·         Partisipasi dari semua pihak dalam kelompok
·         Menghindari keputusan sepihak oleh pemimpin
·         Kejelasan pembagian tugas dan wewenang kerja
·         Ada konsultasi dengan ahli di luar kelompok
·         Mengundang ahli untuk masuk dalam kelompok
·         Persamaan derajat individu (bukan persamaan tugas atau wewenang)
·         Responsif terhadap perubahan yang ada
·         Ada kesempatan untuk membahas masalah kelompok di depan forum
C.    Tradisi Kritis
Tradisi ini khusus memberikan kritik terhadap semua topik dalam komunikasi kelompok kecuali dalam interaction dan group structure. Feminist critique menilai bahwa:
1.      Task behavior dianggap tidak memperhatikan keberadaan kelompok perempuan dalam pembagian tugas (peran) dalam kelompok masyarakat. Sering ada ketidakadilan antara tugas wanita dan pria. Para pemikir feminis menyarankan masuknya varian gender dalam skema Bales mengenai pembagian peran dalam kelompok. Contoh: wanita/istri dibatasi oleh suami bahwa hanya boleh mengurus keperluan rumah tangga.
2.      Diversity dianggap kebanyakan berfokus pada kaum lelaki dan sangat kapitalis. Contoh: budaya patriarki (sebuah sistem sosial yang menempatkan laki-laki sebagai sosok otoritas utama yang sentral dalam organisasi sosial).
3.      Group Task dianggap ada banyak pembagian tugas yang tidak adil, bersifat sangat hierarkis.
Daftar Pustaka
Fajar, Arief. -. The Group, Kunci Relasi dalam Konteks Komunikasi Kelompok (Pemetaan Tradisi Teori Komunikasi mengenai Komunikasi Kelompok dalam Pandangan Stephen W. Littlejohn). Program Pascasarjana Ilmu Komunikasi: Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
            Diunduh pada Selasa, 16 Juni 2015. Pukul 19.34.
Littlejohn, W Stephen., Foss, Karen A. 2008. Theories of Human Communication. Thomson Wadsworth: Belmont.

Komentar